CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Minggu, 08 September 2013

Minggu, 01 September 2013

Baca seni fotografinya ya, semoga bermanfaat (˘⌣˘) 

 

Belajar dari fotografer Sebastiao Salgado

Sebastiao Salgado (69 tahun) adalah seorang fotografer dokumenter dan wartawan foto (fotojurnalis) yang berasal dari Brazil. Salgado terkenal akan karya-karyanya yang inspiratif. Beberapa buah karyanya adalah workers, migration dan yang terakhir adalah Genesis.

Dibandingkan fotografer terkenal lainnya yang mulai mengenal fotografi di usia remaja, Salgado mengenal fotografi saat usianya mendekati 30 tahun. Sebelum berkarir di fotografi, Salgado adalah sarjana S2 (master) jurusan ekonomi. Salgado sempat bergabung dengan agensi fotojurnalis Magnum Photo yang terkenal, dan lalu membentuk agency sendiri bersama istrinya. Agency tersebut bernama Amazonas Images.

Beberapa saat yang lalu saya membeli dan membaca buku berjudul Genesis yang berisi karya-karya Salgado yang terakhir. Tema dari buku itu adalah tentang alam dan kehidupan manusia di dalam lingkungan yang belum terpengaruh dengan peradaban modern di lokasi yang terpencil. Salgado juga memotret suku pedalaman Indonesia, yaitu suku Mentawai dan beberapa suku di Papua. Karya-karyanya sangat bagus dan membuat saya tertarik untuk mempelajari fotografer ini lebih lanjut.

salgado-genesis

Dari Salgado, kita dapat belajar:

1. Memiliki Pesan dan cerita

Salgado bukan memotret karena tertarik dengan keindahan alam saja, tapi ingin mengabadikan dan menceritakan tentang pemandangan yang masih alami. Salgado ingin mengugah penikmat foto-fotonya untuk bertindak. Di dalam buku Genesis misalnya, dia memiliki misi untuk menggugah masyarakat untuk melestarikan alam yang indah. Di buku Workers ingin mengetuk hati masyarakat bahwa masih banyak orang yang bekerja dengan kondisi yang buruk.

2. Mengunakan sejumlah foto untuk bercerita

Salgado menganggap fotografi sebagai bahasa, dan kamera sebagai penanya. Dengan foto, ia bercerita. Berbeda dengan fotografer Henri Cartier-Bresson yang mengejar Decisive moment (satu moment (foto) untuk menceritakan semuanya), Salgado mengunakan banyak foto untuk menceritakan kisah suatu daerah atau peradaban. 

Canon 70D vs Nikon D7100

Duel DSLR terseru tahun ini adalah Canon 70D dengan Nikon D7100. Keduanya duduk di kelas menengah dan juga kisaran harganya sama (sekitar Rp 12-13 juta). Masing-masing kamera memiliki fitur yang diwariskan oleh kamera pendahulunya yang lebih canggih. Nikon D7100 mendapatkan modul 51 titik fokus dari kamera DSLR profesional Nikon, lalu Canon 70D juga mendapatkan modul 19 titik autofokus dari abangnya, Canon 7D. Sebagai kamera untuk fotografi, kedua kamera sangat canggih dan bisa disejajarkan dengan kamera DSLR profesional.

Nikon D7100

Nikon D7100

Kualitas foto yang dihasilkan hampir sama bagusnya dan akan sulit menilai mana yang terbaik. Namun, jika mau diperhatikan dengan lebih cermat, ukuran foto Nikon D7100 lebih besar (24MP vs 20MP). Nikon D7100 tidak memiliki low pass filter, jadi hasilnya juga sedikit lebih tajam.

Badan kamera Nikon D7100 lebih kokoh karena terbuat dari bahan logam magnesium alloy yang melapisi bagian atas dan belakang kamera. Ketahanan kamera terhadap air, debu, kelembaban setingkat diatas Canon 70D. Tombol dan kenop juga lebih lengkap di Nikon D7100 memudahkan pengguna untuk secara cepat mengubah setting.

Desain segel anti air Nikon D7100

Desain segel anti air Nikon D7100

Tidak seperti Nikon D7100 yang hanya mewarisi fitur dari kamera DSLR Nikon kelas atas, Canon 70D menghadirkan inovasi baru di jajaran kamera DSLR Canon yaitu teknologi dual pixel di sensornya. Hadirnya teknologi ini memungkinkan pengguna untuk dapat menikmati proses autofokus yang cepat dan mulus di saat live view (peninjauan langsung). Teknologi ini sudah ditunggu-tunggu oleh penggemar videografi. Sedangkan di kamera Nikon D7100, teknologi ini belum ada, jadi autofokus masih sangat lambat dan tidak mulus saat

Workshop Adobe Photoshop CS: Basic & Intermediate

Untuk melanjuti permintaan dari teman pembaca dan alumni, Infofotografi.com menyelenggarakan workshop Adobe Photoshop CS. Ada dua jenis workshop yang saya siapkan yaitu: Workshop Basic untuk fotografer yang baru pertama kali ingin belajar Photoshop. Sedangkan workshop intermediate ditujukan untuk fotografer yang ingin belajar membuat berbagai efek khusus dengan Photoshop.

Tempat sangat terbatas, hanya 8 orang per workshop.
Syarat: Membawa laptop masing-masing dengan software Adobe Photoshop terinstall.

Tempat kursus: Jl. Moch. Mansyur (Imam Mahbud) No. 8B-2. Ruko disebelah Bank Bumiputera, dekat perempatan Roxi. Jakarta Pusat 10140

Belajar seleksi rambut dengan Photoshop

Belajar seleksi rambut dengan Photoshop, memisahkan subjek foto dengan latar belakangnya.

Materi Workshop Basic Photoshop for Photographer

Minggu, 22 September 2013
Pukul 9.30 – 18.00 WIB
(Sehari penuh, makan siang dan snack akan disediakan)
Biaya workshop: Rp 500.000,- per peserta

Materi:

  • Adobe Camera Raw

  • Workspace tools

  • File formats

  • Cropping & Image Size

  • Image adjustment (Color & Tone)

  • Selections

  • Layer & masking

  • Layer style

  • Type tool

  • Photoshop Action

Latihan 

  • Basic makeup retouch

  • Basic landscape retouch

Portrait retouch dengan Photoshop

Portrait retouch dengan Photoshop

Workshop Intermediate Photoshop for Photographer

Minggu, 29 September 2013
Pukul 9.30 – 18.00 WIB
(Sehari penuh, makan siang dan snack akan disediakan)
Biaya workshop: Rp 850.000,- per peserta
Biaya diatas sudah termasuk sesi foto model

Materi:

  • Retouch foto fashion

  • Blur filters (membuat efek latar belakang blur, tilt-shift)

  • Konversi foto hitam putih

  • Membuat berbagai efek khusus: Vinyet, flare, Ray of Light, selective color)

  • Manajemen warna dan mewarnai dengan Photoshop

  • Compositing: Menggabungkan beberapa gambar menjadi satu

Latihan

  • Mengedit foto fashion untuk lookbook dari sesi foto model langsung

  • (Ada sesi foto model ditempat dengan lighting studio sebagai bahan untuk mengedit foto)

Salah satu yang perlu diperhatikan untuk membuat foto setajam mungkin (sekaligus menghindari gambar blur) adalah dengan menstabilkan kamera dan lensa. Cara tradisional yang paling ampuh, tentunya dengan mengunakan tripod. Setelah kamera didudukkan ke tripod, shutter kamera dipicu dengan cable release/self timer untuk mencegah kamera bergetar karena sentuhan tangan. Idealnya, kamera juga dalam pengaturan mirror lock-up/exposure delay, supaya getaran cermin DSLR tidak mempengaruhi ketajaman foto.

Tuas VR (Vibration Reduction) di lensa Nikkor.

Tuas VR (Vibration Reduction) di lensa Nikkor.

Jika tidak ingin mengunakan tripod, di sebagian lensa atau kamera memiliki fungsi stabilization (IS, VR, OS, OSS, VC dst.) Ada beberapa tips untuk berkaitan dengan fungsi stabilizer ini.

  1. Jangan menghidupkan stabilizer saat kamera diam saat didudukkan di tripod.

  1. Jangan menghidupkan stabilizer kecuali mengunakan shutter speed yang lebih lambat dari 1/jarak fokal lensa. Contohnya, jika mengunakan lensa dengan jarak fokal 50mm, dan shutter speed yang diperoleh 1/100 detik, maka tidak perlu menghidupkan stabilizer. Tapi jika mendapatkan shutter speed 1/30 detik (30 < 50mm) maka, sebaiknya menghidupkan stabilizer.

  1. Jangan langsung menekan tombol shutter secara penuh. Tekan tombol shutter setengah dulu, tunggu 1-2 detik sampai kamera/lensa memantapkan stabilizernya dulu baru tekan secara penuh.

Penelitian menunjukkan bahwa kalau mengaktifkan stabilizer saat tidak diperlukan akan membuat foto menjadi sedikit kurang tajam. Langsung menekan tombol shutter secara penuh tanpa menunggu sampai stabilizer bekerja juga akan mengurangi ketajamanan foto. Oleh sebab itu jangan selalu meninggalkan tuas IS/VR/OIS lensa pada kondisi ON.

ISO 100, f/16, 1/50 detik. 22mm. Kalau shutter speed lebih cepat dari 1/jarak fokal (22mm), maka stabilizer tidak perlu diaktifkan untuk memaksimalkan ketajamanan foto.

ISO 100, f/16, 1/50 detik. 22mm. Kalau shutter speed lebih cepat dari 1/jarak fokal (22mm), maka stabilizer tidak perlu diaktifkan untuk memaksimalkan ketajamanan foto.


Ada kelas kupas tuntas kamera DSLR Canon atau Nikon yang membahas tentang cara mengoperasikan kamera, fungsi-fungsinya, tips dan menu memaksimalkan setting kamera. Jangan dilewatkan ya.

Akhir tahun lalu, setelah saya merampungkan buku memilih sistem kamera dan lensa yang tepat, saya ngobrol-ngobrol dengan editor Elex Media, mas Joko Wibowo (bukan gubernur Jakarta), tentang buku fotografi di luar negeri yang bagus-bagus. Dalam kesempatan itu, mas Joko mengeluhkan bahwa banyak penerjemah tidak menguasai fotografi sehingga terjemahannya sulit dipahami oleh orang awam. Saya merasa sayang kalau teman-teman pembaca di dalam negeri tidak bisa mendapatkan ilmu dari fotografer luar negeri. Maka itu saya menawarkan untuk menerjemahkan salah satu buku.

Saya tambah semangat saat mengetahui bahwa buku yang hendak diterjemahkan adalah buku karangan fotografer dokumenter & fotojurnalis Steve Simon berjudul The Passionate Photographer: 10 Langkah menjadi fotografer yang hebat.


Steve Simon adalah fotojurnalis dan dokumenter yang sudah berpengalaman berpuluh tahun dibidangnya, karya-karyanya menghiasi galeri foto dan museum di berbagai kota di dunia. Saya pernah baca buku ini, dan penilaian saya buku ini sangat bagus. Buku ini bukan tentang peralatan fotografi (kamera, lensa dll) semata seperti kebanyakan buku fotografi lainnya. Tapi ini tentang langkah-langkah pasti untuk menjadi fotografer yang hebat.

Foto dibawah ini saya buat di taman Temple of Heaven di Beijing. Di bagian belakang kompleks kuil kuno yang terkenal karena digunakan oleh Kaisar Cina dimasa lalu ini, terdapat banyak aktifitas orang-orang tua misalnya bermain catur, domino, kartu, merajut, berdansa, menyanyi, bersenam dan sebagainya. Salah satu yang menarik perhatian saya adalah kumpulan orang tua yang bermain catur. Kelihatannya semuanya sangat serius dan fokus ke papan catur.

Mengantisipasi langkah selanjutnya. ISO 180, f/8, 1/60 detik, 29mm. Klik untuk memperbesar foto – Nikon D600 + 16-35mm f/4 VR

Saya mengunakan lensa yang cukup lebar yaitu 29mm dengan kamera full frame (sekitar 19mm saat memakai kamera bersensor APS-C), ISO saya set ke Auto ISO dengan minimum shutter speed 1/60 detik, makanya itu dapat ISO 180 yang tidak lazim.

Hal yang menarik dari adegan ini adalah semua orang yang mengitari papan catur terlihat serius mengantisipasi langkah selanjutnya dari Bapak yang berbaju kotak-kotak yang sedang memegang biji catur.

Secara komposisi, saya berusaha supaya semua wajah terlihat jelas dan tidak saling menghalangi. Saya menunggu sebentar sampai semuanya tenang dan diam, lalu mengambil gambar. Saya juga mengunakan lensa lebar dan maju cukup dekat (sekitar 1/2 meter dari papan catur) supaya foto terlihat lebih tiga dimensi dan hal-hal yang tidak perlu tidak masuk ke dalam komposisi foto. Bukaan saya set agak kecil yaitu f/8 supaya semuanyanya fokus meskipun saya memfokuskan kamera ke papan catur.

Untuk post processingnya (editing), seperti biasa, saya mengunakan software Adobe Lightroom. Disana saya menurunkan saturasi dan memberikan sedikit sentuhan warna kuning tua sehingga kesannya seperti foto jaman dulu yang sudah pudar. Kontras dan Clarity juga saya naikkan supaya foto lebih bertekstur menekankan kesan jadul.


Mari belajar mengenal fungsi tombol, menu, dan cara mengoperasikan kamera DSLR di kupas tuntas kamera DSLR Canon atau Nikon. Terbuka untuk segala usia dan pendaftaran masih terbuka.

Lensa fisheye adalah lensa yang sangat lebar, sudut pandangnya hampir 180 derajat. Semua yang di hadapan kita bisa terekam dalam gambar. Fisheye secara tradisional menghasilkan foto yang berbentuk bulat dan cembung. Fisheye biasanya digunakan untuk fotografi pemandangan dan arsitektur.

Lensa fisheye Samyang 8mm dirancang khusus untuk kamera bersensor APS-C  (DX) ini, hasil gambarnya tidak bulat tapi kotak. Distorsi cembung khas fisheye tetap ada.


Saat dipasang di kamera full frame seperti Nikon D600, sekeliling foto akan hitam karena diameter lensa tidak sebesar sensor full frame. Dan lagi, lens hood (yang tidak bisa dilepas) menutupi sebagian gambar. Untuk pengguna kamera Nikon full frame, Anda masih bisa mengunakan lensa ini, tapi resolusi maksimalnya berkurang. Contohnya jika resolusi kamera maksimal 24 MP maka, setelah di krop akan mendapat foto berukuran 10 MP.

Di kamera Canon full frame seperti 6D, 5D, 1D, lensa ini tidak dapat dipasangkan. Jika Anda memiliki kamera DSLR full frame, maka lebih cocok lensa Samyang 8mm fisheye untuk full frame, yang lens hoodnya bisa dilepas.

Keunggulan lensa Samyang ini adalah kualitas badan lensanya bagus dan harganya terjangkau. Dibandingkan dengan lensa fisheye merek Canon, Nikon, Olympus, Sony, Panasonic, dll, lensa fisheye Samyang ini jauh lebih murah. Sekitar 3-4 juta, sedangkan yang biasanya mendekati 10 juta. [click to continue…]

 1 0 1Share0

{ 20 comments }

Mengunakan kamera saku / compact untuk travel

Saat berjalan-jalan ke Beijing Agustus awal yang lalu, selain saya membawa kamera DSLR dan beberapa lensa, saya juga membawa kamera compact. Sebenarnya, hampir saja saya tidak membawa compact, karena kamera compact saya masuk servis sepulang dari tour fotografi ke Vietnam beberapa bulan yang lalu karena lensanya macet. Untungnya servisnya selesai sehari sebelum keberangkatan.

Kamera compact Ricoh GR IV ini memang tergolong unik, lensanya lensa fix 28mm f/1.9, tidak bisa zoom. Badan kameranya ada peredam getar (stabilization) jadi lumayan bagus untuk segala kondisi cahaya baik gelap maupun terang. Yang paling saya sukai dari kamera ini adalah badannya kokoh tapi cukup ramping untuk dimasukkan ke kantong, dan tombol, kenopnya banyak layaknya kamera DSLR. Kualitas fotonya setara dengan kamera compact canggih atau prosumer.


 

Ricoh GR IV


Pohon tua berumur 709 tahun di Confucius temple, Beijing. ISO 80, f/3.5, 1/850

Dengan kamera ini saya merekam berbagai jenis foto seperti candid, dokumentasi, makanan, subjek kecil seperti bunga.

ISO 80, f/1.9, 1/250 detik Ricoh GRIV

ISO 80, f/1.9, 1/250 detik Ricoh GR IV

Hidangan jamur - ISO 100, f/1.9, 1/90 detik

Hidangan jamur – ISO 100, f/1.9, 1/90 detik, Ricoh GR IV


Rumah untuk menyimpan stele di Confucius Temple, Beijing. ISO 80, f/3.5, 1/1050 detik

Liputan gathering Infofotografi 13 Juli 2013

Di acara gathering tanggal 13 Juli 2013 yang lalu, kita beruntung ada alumni Infofotografi yang berkenan untuk sharing foto-foto dan tips dan trik. Sebelum acara berlangsung, hujan turun cukup deras, tapi hujan tidak menyurutkan semangat peserta gathering yang berjumlah total 33 orang ini.

Salah seorang alumni yang sharing adalah Pak Johan M. Alwi. Pak Johan berbagi bahwa kita bisa belajar tentang memotret kapan dan dimana saja, asal kita membawa kamera kemana saja kita pergi. Menurut Pak Johan, jenis kamera dan lensa tidak begitu menentukan, yang penting adalah kita akrab dan menguasai cara mengunakannya dengan baik. Maka itu, Pak Johan terus setia dengan kamera Canon EOS 7D dan lensa zoom kit EF-S 18-135mm f/3.5-5.6 IS dari pertama kali membeli kamera sampai saat ini. Dari Pak Johan, peserta juga belajar bahwa momen dan peka pencahayaan juga sangat penting. Subjek sederhana yang kita temui sehari-hari bisa jadi dramatis jika kedua faktor ini pas.

Bebek di danau Tamblingan, Bali oleh Johan M. Alwi. f/16, 1/166 detik.



Belajar mengunakan teknik fokus hyperfocal distance

Memfokuskan lensa ke jarak hiperfokal (hyperfocal) memastikan bahwa 1/2 jarak dari jarak hiperfokal sampai tak terhingga dalam fokus/tajam. Ada tiga faktor yang mempengaruhi jarak hiperfokal yaitu bukaan lensa, rentang fokal lensa (focal length) dan ukuran sensor kamera.

sumber :  http://www.infofotografi.com/blog/

0 komentar:

Posting Komentar